Rabu, 15 Oktober 2014

The Silent Killer “Hipertensi”

Oleh : Fitri Kurnia Rahim

Penyakit hipertensi lebih akrab disebut sebagai penyakit darah tinggi. Masalah hipertensi di Indonesia berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004.[1] Adapun berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi hipertensi menurun menjadi 26,5 %.[2] Hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah manusia. Tekanan darah adalah daya yang digunakan oleh arus darah yang menerpa dinding pembuluh nadi. Tekanan tersebut terjadi didalam pembuluh arteri manusia ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh. Setiap kali jantung berdenyut, tekanannya bertambah; setiap kali jantung rileks, tekanan menurun. Alat untuk mengukur tekanan darah adalah tensi darah. Angka yang ditunjukan alat ukur tersebut terdiri dari dua kategori yaitu Angka (tekanan) sistolik dan diastolic. Sistolik adalah tekanan darah pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi, sedangkan diastolic adalah tekanan darah ketika jantung berelaksasi. Para ahli membuat klasifikasi hipertensi untuk memudahkan mempelajari dan mendiagnosis jenis hipertensi yang diderita pasien. Hipertensi ditandai dengan kenaikan tekanan darah diatas angka normal.
Tabel 1
Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) Tahun 2003

Kategori
Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
dan
< 80
Prehipertensi
120 -139
atau
80 – 89
Hipertensi
Derajat 1
Derajat 2

140 – 159
> 160

atau
atau

90-99
> 100
Sumber : Ridawan, M, 2009.
Penyakit hipertensi ini seringnya datang secara diam-diam dan tidak menunjukan gejala-gejala tertentu yang nampak dari luar sehingga seringkali disebut sebagai the silent killer of disease. Sebagian besar pada kasus hipertensi, penderita tidak menyadari bahwa dirinya telah menderita hipertensi ketika tekanan darah diatas batas normal. Penderita baru menyadarinya ketika hipertensi tersebut apabila menyebabkan penderita penyakit komplikasi. Oleh karena itu, perlu mengontrol tekanan darah dengan cara memeriksakannya secara rutin. Hipertensi yang yang berlangsung bertahun-tahun akan berpengaruh pada seluruh organ tubuh. Beberapa organ tubuh yang paling sering terkena dampak dari tingginya tekanan darah adalah pembuluh darah, jantung, otak, ginjal dan mata.

Pembuluh darah menjadi keras, sempit dan kehilangan elastisitasnya. Pada akhirnya akan mengakibatkan penyumbatan dan robek. Kondisi ini dapat terjadi seiring dengan bertambahnya usia, meskipun tidak memiliki tekanan darah yang tinggi. Namun, tekanan darah yang tinggi mempercepat proses terjadinya gangguan pembuluh darah ini. Akibat lain dari tekanan darah tinggi berpengaruh terhadap proses perkembangan aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penebalan dinding pembuluh darah akibat penumpukan lemak dan kolesterol. Tekanan darah tinggi meningkatkan tekanan pada lapisan dan pembuluh darah. Kedaan ini meningkatkan kemungkinan ateroklerosis. Jika bagian dalam pembuluh darah semakin kecil dan keras serta tekanan yang ada didalam makin meningkat, maka jantung hrus berusaha lebih keras untuk mengalirkan darah. Jantung semakin keras bekerja, dan kondisi ini dapat mengganggu fungsi jantung. Jantung akan membesar dan sebagian darah yang seharusnya dipompa untuk diedarkan keseluruh tubuh, tertinggal di dalam bilik jantung. Pada akhirnya jantung melemah karena tidak dapat memompa lebih keras dari tekanan yang ada pada pembuluh darah. Ketika jantung tidak lagi dapat memompa keluar seluruh darah yang ada dibiliknya, keadaan berbahaya ini disebut gagal jantung kongestif. Gejala dari kelainan ini diantaranya adalah adanya akumulasi cairan dalam paru-paru dan rongga dada. Tekanan darah tinggi juga dapat merusak otak, karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah otak atau robek. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi perdarahan pada jaringan otak yang berakibat terhadap funggsi otak. Hipertensi merupakan penyebab utama dari stroke dan pendarahan di otak.
Selain itu, tekanan darah tinggi juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Jika pembuluh darah yang mengalirkan darah ke ginjal rusak, maka jaringan ginjal tidak akan mendapatkan darah yang diperlukan, sehingga ginjal tidak mampu menjalankan fungsi normalnya. Tekanan darah tinggi juga dapat mengakibatkan gangguan retina mata. Retina adalah tempat dimana mata mendapatkan gambar visual. Pembuluh darah dimata akan semakin sempit, dapat robek dan dapat terjadi pendarahan. Perubahan ini dapat meyebabkan pandangan menjadi kabur, dan jika dibiarkan akan mengakibatkan kebutaan. Seseorang yang memiliki hipertensi menahun, memiliki resiko serangan jantung, stroke dan gagal ginjal. Jika tidak diobati, maka akan 3 kali beresiko mendapatkan serangan jantung, 6 kali beresiko berkembang menjadi gagal jantung kongestif, dan 7 kali memiliki kemungkinan untuk stroke.
Menurunkan tekanan darah akan meredakan ketegangan jantung dan arteri. Dengan pengobatan yang tepat, tekanan darah dapat dinormalkan atau diturunkan ke level yang dapat diterima. Cara perawatannya diantaranya yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah teratur, perubahan pola makan dan pola hidup yang lebih baik, serta meminum obat yang diresepkan.
Ditulis oleh Fitri Kurnia Rahim
Referensi :
Direktorat Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI. Hipertensi. Jakarta. 2012.
Departemen Kesehatan. Survei Kesehatan Nasional. Laporan Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2004.
Balitbangkes Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Kemenkes RI. Jakarta. 2013.
Petter, Hanas woff. Hipertensi (Mendeteksi Dini Dan Mencegah Tekanan Darah Tinggi Sejak Dini). Alih Bahasa : Lily Endang Joeliani. BIP Kelompok Gramedia. Jakarta. 2006.
Ridwan, Muhamad. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer Hipertensi. Pustaka Widyamara. Semarang. 2009.
Sitorus, Ronald. Gejala Penyakit dan Pencegahannya. Yrama Widya. Bandung. 2005
Sudarmoko, Arief. Tetap Tersenyum Melawan Hipertensi. Atma Media. Jakarta. 2010




 






[1] Departemen Kesehatan. Survei kesehatan nasional. Laporan Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2004.
[2] Balitbangkes Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Kemenkes RI. Jakarta. 2013